Pengamat sepak bola Indonesia, Tommy Welly alias Bung Towel, turut buka suara atas pernyataan ‘kontroversial’ rekan sesama pengamat sepak bola Yusuf Kurniawan atau yang akrab disapa Bung Yuke.
Seperti diketahui, Bung Yuke belakang ini viral di media sosial karena melancarkan berbagai kritik terhadap pelatih Timnas Indonesia U-19, Shin Tae-yong. Pelatih asal Korea Selatan itu dianggap menerapkan metode latihan yang salah.
Kemudian formasi Shin Tae-yong tidak sesuai Filanesia. Tak berhenti di situ, Shin Tae-yong juga dituding bukan tipikal pelatih yang bisa membangun sepak bola Indonesia seacara keseluruhan dan lain-lainnya.
Terkait pernyataan menghebohkan itu, Bung Towel buka suara. Ia menasehati Bung Yuke agar tidak salah alamat dalam mengkritik. Sebab, sebagian besar kritikan Bung Yuke seharusnya bukan diarahkan ke Shin Tae-yong, tetapi ke Direktur Teknik PSSI.
Menurut Bung Towel, membangun sepak bola usia muda Indonesia secara keseluruhan bukanlah tugas pelatih kepala Timnas Indonesia, tetapi direktur teknik. Posisi tersebut saat ini diisi oleh Indra Sjafri.
“Kritikan dan pengamatan itu sah-sah saja yang penting ada argumentasinya apa. Juga jangan salah alamat, jangan ketuker. Kan Shin Tae-yong dibilang tidak membangun fondasi sepak bola, jadi dalam pengamatan saya, membangun sepak bola Indonesia untuk masa depan, artinya membangun grassroot, youth, hingga filofosi,” kata Bung Towel di YouTube pribadinya.
“Nah, berdasarkan pengetahuan saya, dan pada 2016 saya ikut kursus tentang direktur teknik di FIFA Deleopment. Jadi, yang dimaksudkan fondasi dan filofosi sepak bola Indonesia itu area tugas dan tanggung jawabnya direktur teknik yang sekarang diemban oleh Indra Sjafri,” lanjutnya.
“Sayangnya Indra Sjafri sekarang banyak ‘ngendon’ di Kroasia Entah menemani, entah mendampingi, entah mengawasi tugas Shin Tae-yong. Sebetulnya tugas direktur teknik itu besar dan banyak karena harus membangun sepak bola Indonesia untuk masa depan,” tuturnya menambahkan.
“Tapi Shin Tae-yong pelatih kepala tim nasional, yang kebetulan diberi wewenang beberapa kelompok, dari senior, U-22 untuk SEA Games, dan U-20 untuk Piala Dunia tahun depan. Shin Tae-yong itu bukan direktur teknik, tapu pelatih kepala. Artinya, membangun fondasi dan filosofi bukan area kewenangan Shin Tae-yong. Tugasnya adalah memaksimalkan performa Timnas U-19 tahun depan. Bagaimana caranya? Ya cara yang sesuai dan dipahami oleh Shin Tae-yong,” terang Bung Towel.
Mengenai formasi Timnas Indonesia U-19 yang tidak sesuai Filanesia 4-3-3, Bung Towel menilai hal itu seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Sebab, pelatih memiliki kewenangan untuk menentukan formasinya sendiri. Di sisi lain, tidak diketahui apakah PSSI masih mempertahankan Filanesia yang dibuat oleh kepengurusan PSSI lama.
“Kedua tentang formasi. Tentu ini areanya Shin Tae-yong yang tidak bisa diganggu gugat karena dia pelatih kepala. Lalu kemudian dipertanyakan karena berbeda dengan Filanesia (4-3-3) yang dibangun tahun lalu. Nah, itu kan areanya direktur teknik. Sekarang pertanyaannya, diteruskan enggak Filanesia yang dibangun PSSI periode lalu?” ujar Bung Towel.
“Jika kemudian PSSI mengabaikan Filanesia lalu memilih Shin Tae-yong, maka kepercayaan penuh harus diberikan kepada Shin Tae-yong dalam membangun timnya, termasuk mengubah posisi pemain. Itu kan arenya pelatih, kewenangan pelatih secara profesional. Jadi, bukan topik yang harus dianalisis dan dikritik,” lanjutnya.
“Jadi, menurut saya, ikuti saja perkembangannya, lihat progresnya dilihat diukur dengan target yang nanti akan terjadi. Betul secara formal ada ukuran pertandingan, Piala Asia tiga laga, Piala Dunia tiga laga. Tapi kan untuk persiapan itu butuh jauh-jauh hari, butuh waktu,” imbuhnya.
“Nah, kita juga harus memahami metodologi kepelatihan. Waktu Piala Asia U-19 Oktober di Uzbekistan, maka Shin Tae-yong punya periodesasi dari Agustus-Oktober, di Oktober itu pemain dalam kondisi siap tanding. Tapi ketika Piala Asia U-19 diundur, maka periodesasi Shin Tae-yong terhadap Timnas U-19 juga berubah. Makanya kita perlu memberikan pengamatan yang proposional, yang baik,” terang Bung Towel.
“Prinsipnya itu tadi, pengamatan, analisis, dan kritik jangan salah alamat dan ketuker. Mana yang untuk direktur teknik dan mana yang untuk Shin Tae-yong,” tuturnya menambahkan.
Kemudian terkait pelatih usia muda yang meniru latihan Shin Tae-yong, itu bukanlah salah Shin Tae-yong. Sebab, pelatih asal Korea Selatan itu memang tidak meminta metode latihannya ditiru untuk diterpkan kepada pemain-pemain belia.
Andai sekalipun ada pelatih usia muda yang meniru, Bung Towel menilai yang harus meluruskan bukanlah Shin Tae-yong, tetapi Direktur Teknik PSSI atau Asosiasi Pelatih Sepak Bola Seluruh Indonesia (APSSI).
“Pelatih muda itu berarti salah kaprah. Perlu diingat grassroot, usia muda, youth, itu beda dengan timnas junior, apalagi juniornya U-19 yang sudah transisi ke senior. Apakah Shin Tae-yong boleh menguatkan pemetangan otot? Ya boleh karena sudah di usianya, apalagi periodisasinya mundur. Sehingga dia punya waktu untuk memberikan penguatan otot itu,” ujar Bung Towel.
“Apakah Shin Tae-yong menganjurkan pelatih usia muda untuk meniru latihan seperti itu? Kan enggak. Sekarang kalau ada pelatih dini yang salah kaprah meniru Shin Tae-yong yang dikoreksi. Siapa yang ngoreksi? Ya PSSI. Lewat siapa? Ya direktur teknik, tapi direktur tekniknya lagi ‘ngendon’ di Kroasia,” lanjutnya.
“Selain direktur teknik, yang membidangi kepelatihan siapa? Ya sekarang diberikan kewenangan juga kepada Asosiasi Pelatih Sepak Bola Seluruh Indonesia (APSSI), jadi mereka yang harus meluruskan,” imbuhnya.
Sebagai penutup, Bung Towel menasihati Bung Yuke agar tidak salah alamat lagi dalam mengalanisis maupun mengkritik. Sebab, tugas pelatih tim nasional dan direktur teknik itu berbeda dan ada porsi masing-masing.
“Poinnya sederhana. Kritikannya ketuker, kritikannya salah alamat. Jangan salah mengamati area tugas direktur teknik dan menganalisis mengkritik area kewenangan pelatih timnas. Jadi, pesan saya itu,” tuturnya menutup.