Timnas Indonesia U-19 mulai menunjukkan progres selama pemusatan latihan atau training camp (TC) di Kroasia. Banyak aspek yang bisa dilihat dari perkembangan tersebut, mulai dari stamina, mental, hingga kekuatan.
Terbukti, Witan Sulaeman dan kolega mampu bermain dengan maksimal selama 90 menit. Kemudian para pemain Garuda Muda tidak lagi gentar menghadapi pemain-pemain berpostur besar ala Eropa.
Secara hasil, Timnas Indonesia U-19 tidak terkalahkan dalam empat pertandingan uji coba terakhir. Rinciannya adalah menang 1-0 atas Dinamo Zagreb, menang 3-0 atas NK Dugopolje, menang 4-1 dari Makedonia Utara, dan imbang 0-0 kontra Makedonia di uji coba kedua.
Namun, di tengah perkembangan positif tersebut, Shin Tae-yong selaku pelatih Timnas Indonesia U-19 justru mendapat kritikan dari salah pengamat sepak bola Tanah Air, Yusuf Kurniawan alias Bung Yuke.
Ada beberapa yang disinggung, pertama adalah soal Shin Tae-yong yang jarang memberikan menit bermain pada pemain cadangan. Itu dianggap membuat pemain cadangan tidak bisa tampil apik ketika dimainkan bersama pemain-pemain utama.
“Kalau kita lihat, pergantian yang dilakukan Shin Tae-yong, skala 1-10, dia 40 persen ganti pemain di posisi utama ya. Memainkan Bahril sebagai starter untuk pertama kalinya misalnya, lalu Bayu Fiqri untuk gantikan Bagas, Beckham juga. Lalu ada satu lagi yang dimainin starter,” ujar Bung Yuke di YouTube Jebreeet Media TV.
“Nah, dari empat itu sudah terlihat dinamisasi permainannya goyang, tidak stabil. Padahal masih ada Witan di situ, Saddam, Irfan Jauhari. Artinya, kalau sisi teknis, tim ini terlalu menumbuhkan chemistry pemain utama. Kenapa? karena pemain cadangannya terlalu lama duduk manis, jadi begitu dimainkan kelihatan tidak nge-bland dengan pemain utama,” lanjutnya.
Selain itu, TC di Kroasia yang berlangsung selama hampir dua bulan ini dianggap terlalu lama. Bung Yuke menganggap para pemain Timnas Indonesia U-19 bisa jenuh, apalagi lawan uji cobanya lawan yang sudah dihadapi sebelumnya.
“Lalu di sisi non teknis yang gue khawatir pemain ini jenuh, secara psikis kena. Karena di awal TC STY sudah kaget kok sampai disiarin, itu pertama,” ujar Bung Yuke.
“Kedua dia harus lebih lama di Eropa untuk TC, yang menurut dia satu atau dua minggu cukup, ini panjang gitu. Ini pasti pemain jenuh juga, gak bisa kemana-mana kan, ketemunya itu lagi, lawannya lawan yang sama,” imbuhnya.
“Itu sih yang harus dipertimbangin, anak-anak ini bukan robot, tetap mereka manusia yang punya rasa jenuh,” tuturnya menambahkan.
Tak cukup di situ, formasi 4-4-2 ala Shin Tae-yong juga tak lepas dari sorotan dari Bung Yuke. Apa yang diterapkan oleh pelatih asal Korea Selatan itu dianggap tidak sesuai dengan Filanesia (sebuah filosofi yang akan menjadi fondasi dan karakter sepak bola Indonesia) yang condong dengan formasi 4-3-3.
Pelatih asal Korea Selatan itu oun diklaim terlalu memaksakan filosofinya sendiri tanpa melihat materi pemain yang ada. Bung Yuke juga menggap Shin Tae-yong hanya cocok untuk pelatih jangka pendek.
“Saya punya intuisi, Shin itu pelatih yang punya reputasi bagus, telah dibuktikan dengan membawa Seongnam juara Liga Champions Asia. Tapi ingat, dia ke sini dia hanya melihat portofolio dia, ‘bahwa gua punya portofolio lu harus ikut mau gua, pokoknya tidak boleh komplain, mau cara latihan kayak gini lah, mau pemain ini saya forsir lah’, karena dalam pikiran dia cuma mimpin real-nya cuma tiga pertandingan saja, di ajang sesungguhnya lo.
“Piala Asia kan tiga pertandingan di grup, Piala Dunia juga. Dia bukan tipe pelatih yang build-up, memberikan sumbangsih untuk kemajuan sepak bola Indonesia secara keseluruhan. Bagaimana menyiapkan pondasinya, dia tidak memikirkan itu, padahal yang kita butuhkan pelatih yang membantu,” lanjutnya.
“Dia itu tidak mau memikirkan yang lalu, bahwa Indonesia punya paradigma sepak bola tertentu, dia tidak mau pikirin. Lu harus ikut kiblat gua, gua maunya 4-4-2, walau pemain gak sesuai materi dia, dia paksain Braif gelandang bertahan jadi striker, Jack Brown jadi striker, Irfan Jauhari sayap jadi striker, dia tidak peduli. Kan ada pelatih yang dia menyesuaikan filosofinya dengan materinya yang ada. Tapi kalau Shin Tae-yong tidak, pemain harus ikut filosofinya dia,” kata Bung Yuke lagi.
“Shin untuk misi pendek fine, tapi yang kita butuhkan adalah profesor yang bisa merekontruksi cara bermain, filosofi, cara pembinaan, dan seterusnya,” tuturnya menambahkan.