Manajer pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong, sangat kecewa dengan sikap PSSI yang dirasa telah menyimpang dari visi dan misi awal. Pelatih asal Korea Selatan ini pun mulai merasa tidak tahan lagi.
“Tidak seperti pertama kali, kata-katanya berubah dan itu tidak kooperatif. Saya tidak tahan lagi,” kata Shin Tae-yong saat diwawancara oleh media Korea Selatan, JoongAng Ilbo, di sebuah kafe Seoul.
Shin Tae-yong awalnya senang saat pertama kali menandatangani kontrak dengan PSSI. Ia merasa visi dan misinya memajukan sepak bola Indonesia dengan PSSI sejalan, yakni setahap demi setahap.
Pelatih asal Korea Selatan ini juga mengaku dijanjikan dukungan penuh selama menangani Timnas Indonesia. Namun, baru enam bulan menjadi nakhoda tim Garuda, ia menilai PSSI sudah mulai melenceng dari apa yang dibicarakan di awal.
Contohnya adalah soal pemusatan latihan (TC) tim nasional. Ia ingin menggelar TC tersebut di Korea Selatan, tetapi PSSI tidak setuju dan kekeuh ingin TC digelar di Indonesia saja.
Padahal, Shin Tae-yong merasa TC di Indonesia tidak aman dilakukan karena kasus positif virus corona (COVID-19) selalu bertambah sekitar 1.000 per harinya. Selain itu, skuat Garuda akan kesulitan mendapatkan lawan yang tangguh jika berada di Indonesia.
“Di Indonesia, ada 1.000 orang yang dikonfirmasi positif virus corona sehari, tetapi PSSI meminta kami untuk kembali dan memulai pelatihan di Indonesia,” ujar Shin Tae-yong.
“Saya pikir kami bisa meningkatkan ketrampilan kami dengan mengetahui posisi kami. Menjelang Piala Dunia 2002, Timnas Korea Selatan berhasil ke semifinal setelah melewati banyak uji coba dengan tim kuat,” lanjutnya.
“Sekarang di Indonesia penyebaran COVID-19 parah, tidak mungkin bisa menghadapi tim kuat tingkat tinggi. Jika TC di negara lain, kondisi fisik meningkat, makan makanan bergizi, dan ketrampilan meningkat melalui program latihan dan uji coba selama 6 minggu,” imbuhnya.
Namun, keinginan Shin Tae-yong ini tidak disanggupi oleh PSSI. Ia pun menyinggung janji manis Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan, saat berbicara ke media Indonesia, di mana akan mendukung penuh programnya selama menangani tim nasional.
“Awalnya, ketua Umum PSSI saat wawancara dengan media lokal mengatakan untuk mendukung penuh semua program saya. Saya tertantang visi dan misi PSSI. Untuk melakukan itu, kita harus bergerak bersama, langkah demi langkah. Awalnya, saya melakukan semua seperti itu, kemudian saya berubah,” ujar pelatih 52 tahun itu.
Selain dukungan yang mulai berkurang, PSSI juga diklaim mulai ‘serakah’ mengenai target. Shin Tae-yong merasa bahwa awalnya akan membangun sepak bola Indonesia secara bertahap. Namun, tiba-tiba dibebani target yang cukup tinggi di berbagai kompetisi.
“Kami harus lolos ke perempatfinal Piala Asia U-19 di Uzbekistan. Piala AFF berharap untuk menjadi juara. Saat Piala Dunia U-20 di Indonesia, PSSI ingin kami lolos ke perempatfinal,” jelas Shin Tae-yong.
“Apakah Anda tahu bagaimana peringkat FIFA Indonesia? 173 dunia, itu kata seorang pejabat senior PSSI,” lanjutnya menjelaskan.
Namun, kekecewaan ini tidak langsung membuat Shin Tae-yong putus asa. Ia tetap bertekad memajukan sepak bola Indonesia. Hanya saja, dirinya ingin mendapat dukungan dan kerja sama karena pelatih bukanlah pesulap.
“Jika saya membuat program untuk tim dan pemain nasional, saya ingin mereka bekerja sama sehingga bisa tampil baik. Pelatih bukanlah seorang pesulap, ada suatu proses,” terang Shin Tae-yong.
“Saat visi sepak bola Indonesia menjadi kenyataan, saya hanya berharap berada dalam sejarah itu. Sebelum COVID-19, ada 70 ribu penonton saat pembukaan Liga 1 di Jakarta. Demam sepak bola Indonesia luar biasa. Pemerintah Indonesia juga sangat tertarik menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun depan,” tuturnya menutup.